
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan komitmennya untuk memperkuat bauran energi nasional melalui pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Target ambisius ini tertuang dalam Dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN Persero 2025-2034 serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Transisi Energi Sektor Ketenagalistrikan.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengungkapkan, total penambahan kapasitas pembangkit hingga 2034 diproyeksikan mencapai 69,5 Gigawatt (GW). Dari jumlah tersebut, sekitar 61% atau lebih dari 42,39 GW akan berasal dari pembangkit EBT. “Dokumen itu menyebutkan total penambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 Gigawatt (GW) sampai tahun 2034. Dari angka itu, sekitar 61% atau lebih dari 42,39 GW berasal dari EBT,” kata Yuliot di Jakarta.
Sementara itu, sisanya akan berasal dari energi fosil, terutama gas dan sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara lama yang masih dalam tahap konstruksi. Selain itu, pemerintah juga mengembangkan solusi penyimpanan energi, termasuk baterai dan pumped hydropower, untuk mendukung integrasi EBT ke jaringan listrik nasional. “Sisanya, sekitar 16,6 GW masih dari fosil. Terutama gas dan beberapa PLTU batubara lama dalam tahap penyelesaian konstruksi,” jelasnya.
Baca JugaPrabowo Tegaskan Komitmen Supremasi Sipil dan Profesionalisme TNI
Jenis Energi Baru dan Terbarukan
Menurut Yuliot, pemerintah menyiapkan pengembangan beberapa jenis EBT yang akan menjadi tulang punggung transisi energi. Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) menjadi yang terbesar, dengan kapasitas sebesar 17,1 GW. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan hidro besar-kecil menyusul dengan kapasitas 11,7 GW, sementara tenaga angin ditargetkan sebesar 7,2 GW. Pembangkit panas bumi mencapai 5,2 GW, sedangkan bioenergi serta proyek nuklir kecil disiapkan masing-masing 0,5 GW.
“Pemerintah menetapkan langkah-langkah konkret yang tidak hanya bersifat jangka panjang, tetapi juga membumi dan bertanggung jawab secara sosial serta lingkungan,” ujar Yuliot.
Permen 10/2025 yang menjadi dasar hukum regulasi ini diundangkan pada April 2025 dan kini menjadi roadmap resmi transisi energi sektor ketenagalistrikan. Regulasi tersebut memuat sejumlah ketentuan strategis, antara lain pembatasan pembangunan PLTU baru kecuali sudah tercantum dalam RUPTL atau PLTU “captive” yang terintegrasi dengan industri dengan syarat-syarat tertentu.
Selain itu, strategi transisi juga mencakup co-firing biomassa di PLTU, retrofitting pembangkit fosil dengan teknologi mutakhir seperti carbon capture & storage (CCS), memperkuat pengembangan energi terbarukan variabel, serta memperluas penggunaan smart grid dan sistem penyimpanan energi. “Seperti carbon capture & storage (CCS), memperkuat energi terbarukan variabel, dan memperluas penggunaan smart grid dan sistem penyimpanan energi,” papar Yuliot.
Implementasi dan Contoh Nyata
Satu contoh implementasi regulasi ini adalah persetujuan pensiun dini PLTU Cirebon I dengan kapasitas sekitar 650 MW. Tindakan ini dilakukan melalui mekanisme transisi energi, dengan ketentuan bahwa pembangkit EBT pengganti harus siap, infrastruktur jaringan tersedia, dan studi kelayakan dilakukan mencakup aspek teknis, hukum, komersial, keuangan, serta prinsip “transisi energi berkeadilan”.
“Artinya, tidak hanya keputusan administratif, tetapi juga pertimbangan sosial-ekonomi dan dampaknya bagi masyarakat,” tambah Yuliot.
Target dan Tantangan Investasi
Dalam RUPTL, target pemerintah menetapkan sekitar 61% dari penambahan kapasitas pembangkit 2025-2034 berasal dari EBT. Target ini belum termasuk kontribusi dari sistem penyimpanan energi, sementara sisanya masih berasal dari energi fosil. Namun, terdapat risiko bahwa target bauran EBT nasional 2025, sekitar 23%, bisa meleset.
Data semester I-2025 menunjukkan realisasi investasi EBT baru senilai sekitar US$0,8 miliar. “Capaian ini belum cukup untuk mengejar target jika laju investasi tidak ditingkatkan. Selain itu, tantangan lainnya adalah kesiapan teknologi penyimpanan energi (storage), integrasi PLTS dan angin ke dalam jaringan listrik, serta skala investasi yang sangat besar. Diperlukan dukungan Independent Power Producers (IPP), skema pendanaan, regulasi tarif, dan insentif fiskal,” tutup Yuliot.
Dengan komitmen tersebut, pemerintah menegaskan bahwa pembangunan kapasitas pembangkit listrik EBT bukan sekadar target numerik, melainkan bagian dari strategi transisi energi yang berkelanjutan, bertanggung jawab secara sosial, serta mendukung ketahanan energi nasional hingga 2034.

Alif Bais Khoiriyah
wartafinansial.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Gibran Apresiasi Panen Lobster dan Dorong Ekonomi Nasional Berkelanjutan
- Jumat, 12 September 2025
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
19 Proyek Tol KPBU Disiapkan, Investasi Capai Rp 408 Triliun
- 12 September 2025
2.
27 September Kini Resmi Diperingati sebagai Hari Komedi Nasional
- 12 September 2025
3.
Menikmati Keindahan Karimunjawa, Surga Tropis Nan Menawan
- 12 September 2025
4.
Reddog Hadirkan Rekomendasi Menu Terbaik Street Food Korea
- 12 September 2025
5.
KM Pangrango PELNI Tawarkan Rute Pelayaran Ambon Makassar
- 12 September 2025